"Mencintai Sejantan Ali Bin Abi Thalib".

Halo Readers,
Setelah sekian lama tak update,Akhirnya saya kembali update juga'wkwkwk😂
(Habis Tidur panjang Kali'ya 3 taun baru update lagi -__-")

Kali ini saya akan membagikan sebuah kisah tentang seorang Menantu Nabi Besar Umat Muslim,Sekaligus Panutan Saya Selain Nabi Besar Muhammad SAW.
,Ialah Ali Bin Abi Thalib.
Sebuah kisah bagi para Jomblowan(Akhwan)Dan Jomblowati(Ukhti).
Selamat membaca,Semoga dapat mengambil hikmah dari cerita ini ☺
(Oh iya,Artikel sebenarnya berbahasa Malaysia..Saya sesuaikan menjadi bahasa indonesia agar pembaca tidak kesulitan😁)

"Mencintai Sejantan Ali "

cinta adalah tanggungjawab
selagi agama yang kau andalkan
cinta adalah keberanian atau pengorbanan
saat kau gagal dalam memiliki,
Karena cinta sememangnya bukan dimiliki

Ada rahasia yang terdalam di hati Ali yang tidak diceritakannya kepada siapa pun.

Fathimah Binti Muhammad (Fatimah Az Zahra),Karib kecilnya itu, puteri kesayangan Rasulullah yang adalah sepupunya itu sungguh membuatnya terpesona.

Kesantunanya, ibadahnya, kecakapannya, dan rupawannya itu adalah karunia dari Allah. Lihatlah gadis itu suatu ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca dan ditempelkannya pada luka agar darah tidak terus mengalir. Sedang air matanya mengalir perlahan menangisi ujian yang ditanggung sang ayah.
Muhammad ibnu Abdullah tidak layak diperlukan demikian!

Maka gadis wirawati itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Dilihatnya dari jauh para pemuka Quraisy saling tertawa membanggakan tindakan mereka pada Sang Nabi yang diperlakukan seperti binatang. Mereka tiba-tiba diam apabila Fathimah menghardik mereka sehingga mulut mereka terkunci dan tertunduk atas pembelaan Fathimah.

Mengagumkan!

Ali tidak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Apakah kekagumannya pada agama dan perjuangan si gadis merupakan perasaan asing yang kerap bertamu dalam jiwanya adalah cinta. Atau sekadar kagum dan hormat sebagai anak seorang Rasul Allah. Tetapi ia harus jujur bahawa jiwanya tersentak saat mendengar kabar bahwa Fathimah telah dilamar oleh seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.
Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal Rasulullah ditugaskan berdakwah,Dan lelaki yang imannya tidak sebanding dengan dunia dan seisinya! Lelaki yang yang paling banyak mengislamkan mereka yang dijamin syurga!

Dialah Abu Bakr Asshidiq Radiyallahu ‘anhu.


Ali teruji. Dia bukanlah siapa siapa dibanding Abu Bakr.
Dakwahnya, infaqnya, tebusannya terhadap Bilal, Ibnu Mas’ud, Khabab bin ‘Arat dan keluarga Yasir cukup merenjatkan kesedarannya bahwa dia hanyalah anak-anak yang belum ada apa-apa untuk dibanggakan.

“ Inilah persaudaraan dan cinta.” gumam Ali

“Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagian Fathimah atas cintaku.”

Ya, cinta tidak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan. Namun, sesuatu yang mengejutkan apabila ia tidak perlu putus harap, bahkan dia makin bersedia menyiapkan semangatnya untuk terus maju dalam keinginannya untuk menikahi Fathimah. Kerana..Lamaran Abu Bakr ditolak Rasulullah.!!

Namun ujian itu belum berakhir. Allah masih ingin melihat kesungguhannya. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah seorang yang bukan main melamar Fathimah. Lelaki yang terkenal dengan keberanian dan keperkasaannya. Seorang lelaki yang sejak masuk Islam membuat kaum muslimin berani mengangkat muka, seorang lelaki yang membuat syaithan takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. Dialah Umar ibn Al-Khattab.
Al-Faruq datang melamar Fathimah. Lelaki yang sangat didoakan Rasulullah agar dimuliakan Islam dengannya. Dan sungguh, sejak ia masuk islam,Islam menjadi lebih mulia dengan pembelaannya. Selain itu, ‘Ali pernah mendengar sendiri Nabi sering berkata,

 “ Aku datang bersama Abu Bakr dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan Umar.” Lihatlah betapa tinggi kedudukan Umar di sisi ayah Fathimah. Ali semakin rendah diri. Apalagi saat dia terbayangkan peristiwa hijrahnya Umar. Ali dengan sembunyi-sembunyi menyusul sang nabi berhijrah sedangkan Umar dengan gagahnya mengumumkan penghijrahannya di hadapan para pemuka Quraisy dan mengugut dengan ugutan yang dahsyat sehingga tidak ada seorangpun yang berani menahannya.

Ah, Ali menjadi semakin tunduk bagai semi padi. Dia pasrah. Mencintai tidak berarti seharusnya memiliki.

Cinta adalah pengorbanan.

Ya, pengorbanan akan sebuah rasa dan harapan.

Namun Ali menjadi semakin bingung disaat ia sekali lagi mendengar kabar yang tidak diduga. Sungguh mengherankan apabila lamaran Umar juga ditolak oleh Sang Nabi. Dia bertanya-tanya dalam pikirannya,

"Menantu seperti apakah yang Rasulullah inginkan?"

Seperti Utsman kah yang telah diambil Rasululllah sebayak dua kali menjadi menantunya? Ah, jika itu yang Rasulullah nantikan, pastilah dia merasakan sangat jauh sekali dengan pribadinya Utsman.
Jika yang setara dengan Utsman, mungkin sekali Abdurahman Bin Auf yang infaqnya tidak bisa diragukan lagi sehingga menggetarkan bumi Yatsrib. Atau mungkin Rasulullah mau mengambil menantu dari kalangan Anshar untuk mempererat persaudaraan dengan mereka? Sa’ad bin Muaz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Saad bin Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

Ali berandai-andai. Membanding-bandingkan dengan dirinya yang begitu rendah....

Dia beristighfar, tidak sepatutnya dia melamun sampai mengganggu hatinya.

“ Kenapa aku tidak mencoba dulu? Yang aku inginkan agamanya,bukan dirinya... Apa yang perlu aku malu sedangkan aku perlu merasa ‘izzah kerana aku memilih sesuai syariat. Aku harus bertanggungjawab atas masa depan dan harapanku selagi mana tiada kemaksiatan.”

Monolog Ali pembakar semangatnya.

Ali pun menghadap Sang Nabi.
Dengan penuh keluh kesah yang menggetarkan,dia menyampaikan hasrat hati untuk menikahi Fathimah.
Dalam gambaran fikirannya, apakah dia akan senasib dengan Abu Bakr dan Umar?
Secara ekonomi dia tidak menjanjikan apa-apa pada Fathimah melainkan satu baju besinya. Tetapi untuk meminta Fathimah menunggu satu,dua ,tiga tahun lagi untuk dia menyiapkan diri, itu sangat kekanak-kanakan.
Dia adalah lelaki sejati yang akan bertanggungjawab atas amanah yang ditanggungnya. Dia adalah lelaki sejati yang akan bertanggungjawab atas cintanya, pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya.

“Ahlan Wasahlan!”

Kata itu meluncur laju dari bibir Rasulullah.Nabi tersenyum tenang melihat wajah Ali.Dan ia pun bingung dengan jawaban itu.

Apakah ditolak atau diterima?

Dia tidak mau meletak harapan.
Mungkin Rasulullah juga bingung untuk menjawab secara jelas. Dia siap ditolak. Biarlah dia tahu jawabannya secepatnya daripada menanggung beban tanda tanya ibarat bahtera tanpa pelabuhan.

Dia kembali ke taman-teman Anshar dan menanyakan pendapat mereka tentang jawaban Sang Nabi.

“ Kawan, kau tidak hanya mendapat satu, tapi dua sekaligus,ahlan  dan wasahlan!!
Yang kedua-duanya berarti Ya!”

Ali bersujud syukur..Dia telah bertanggungjawab atas pilihannya.

Salim A Fillah.

Komentar

Postingan Populer